Selasa, 30 Juli 2024

Sinopsis Adamas Eps 1 Part 1

 All Content From : tvN
Sinopsis Lengkap : Adamas
Selanjutnya : Adamas Eps 1 Part 2

Malam itu, hujan turun sangat deras. Bunyi sirine terdengar meraung-raung di jalanan. Seorang pria dengan pakaian duka, muncul. Dia berjalan kaki sambil memayungi dirinya. Narasi pria itu terdengar.


"Kata-kata terakhir ibuku."

Tak lama kemudian, dia tiba di depan gerbang sebuah rumah. Saat membuka gerbang, dia menemukan sebuah surat di lantai depan gerbang. Narasi pria itu tedengar lagi.

"Surat anonim. Dia mengaku tidak bersalah. Narapidana hukuman mati yang membunuh ayahku."

Pria itu lantas membolak balik surat itu, namun tak ada nama pengirim surat di sana.

Kamera pun menyorot wajahnya.


Kita beralih ke seorang sipir yang tengah patroli sambil menonton video anak-anaknya. Dalam video itu, kedua anaknya yang masih balita, menyemangatinya dengan nyanyian. Lagi asik-asiknya menonton video anaknya, pria itu dikejutkan dengan suara teriakan.

Pria itu bertanya-tanya, apa itu bunyi hujan?


Pria itu berjalan lagi karena mengira itu bunyi hujan tapi suara teriakan itu terdengar lagi.

Pria itu terkejut dan menoleh lagi ke belakang.

Dan kali ini, dia pergi memeriksa.


Dia membuka gerbang di koridor sel dan mulai memeriksa sel satu per satu. Tak lama, dia melihat hal mencurigakan di dalam salah satu sel. Dia pun membuka sel itu dan masuk ke dalam. Hal mengerikan dilihatnya. Para tahanan di sel tersebut sudah tak bernyawa.

Pria itu syok. Tapi kemudian dia menemukan salah satu tahanan masih hidup. Pria itu mendekat. Namun tahanan itu tampak ingin memberitahukan sesuatu pada pria itu namun tidak bisa.


Pria itu lantas berniat memanggil bantuan tapi kemudian dia menyadari pelaku pembunuhan berdiri di sampingnya. Pria itu gemetaran dan memohon untuk tidak dibunuh. Tapi si pelaku tak peduli dan langsung menyayat leher pria itu dengan pisau. Pelaku pembunuhan adalah tahanan hukuman mati dengan nomor 2006.


Alarm di penjara seketika berbunyi.

Para sipir pun disibukkan oleh kejadian mengerikan itu.


Paginya, para warga berdemo di depan penjara. Mereka menuntut agar hukuman mati dihapuskan.

Media Korea melaporkan, bahwa pembunuhan di Penjara Kangchun tiga hari lalu memicu demonstrasi terkait hukuman mati untuk penjahat yang kejam. Im Duk Soo, tahanan hukuman mati jangka panjang yang membunuh 7 tahanan dan seorang sipir dengan kejam, memberitahu polisi bahwa dia melakukan kejahatan itu karena tidak senang dengan situasinya.


Dua politikus diundang ke stasiun TV. Pembawa acara bertanya, apa menurut mereka hukuman mati yang telah dihapuskan di negara mereka sejak tahun 97, akan dikembalikan setelah insiden tersebut.

"Aku yakin itu cukup mungkin. Bahkan politikus bereaksi cepat terhadap insiden ini. tu akan memainkan peran paling penting dalam pemilu mendatang." ucap politikus wanita.


Cerita lantas bergulir ke satu bulan kemudian, dimana si kembar Ha Woo Shin dan Song Soo Hyun terbangun di kamar dan kondisi yang berbeda. Woo Shin tidur dengan piyama lengkap. Soo Hyun hanya mengenakan boxernya.

Soo Hyun mematikan jam wekernya.


Woo Shin membuka tirainya.

Setelah itu, dia merapikan tempat tidurnya.


Soo Hyun beranjak dari tempat tidurnya.

Tapi begitu kakinya menginjak lantai, dia terjatuh.


Woo Shin dan Soo Hyun lantas sama-sama meninggalkan kediaman mereka.

Woo Shin keluar dari apartemennya. Sementara Soo Hyun keluar dari rumahnya.


Sambil mengemudikan mobilnya dari area parkiran apartemennya, Woo Shin menghubungi seseorang.

Woo Shin : Ini Ha Woo Shin. Apa tawaran Grup Haesong masih berlaku? Mari kita lakukan. Baiklah.

Woo Shin mengakhiri teleponnya dengan Bu Yeo Soo Jung.


Sekarang, Woo Shin sudah di kantornya. Tak lama, Bu Yeo datang membawakannya sebuah kontrak. Bu Yeo lantas berkata, bahwa Pimpinan Kwon pasti mengenal salah satu penggemar Woo Shin.

Bu Yeo : Lihat bagaimana dia memilihku.

Woo Shin : Begitukah? Aku penasaran siapa dia.

Bu Yeo : Kau akan lihat sendiri, tapi syaratnya....

Bu Yeo lantas bilang syaratnya hebat dan luar biasa.

Woo Shin berkata, akan membaca dahulu.


Woo Shin membaca kontraknya.

Bu Yeo lantas bertanya, kenapa penulis terlaris seperti Woo Shin mau menjadi penulis bayangan.

Bu Yeo : Namun, ini bukan memoar biasa. Kita membicarakan Kwon Jae Kyu dari Haesong.


Woo Shin membaca kontrak.

Woo Shin : "Tulisan akan dilakukan di tempat yang diinginkan klien"?

Bu Yeo : Ya, di kediamannya.

Woo Shin : Aku tak bisa pergi dari rumahnya sampai memoarku selesai?

Bu Yeo : Karena alasan keamanan. Bertahanlah satu bulan saja, dan uang itu akan menjadi milikmu.

Woo Shin : Aku mengerti kebutuhan untuk perjanjian kerahasiaan, tapi kenapa aku tidak bisa memakai ponselku?

Bu Yeo : Mereka akan menyediakan saluran tetap.

Woo Shin : Yang akan mereka sadap.

Bu Yeo : Ayolah.

Woo Shin : Menarik sekali. Semuanya akan dirahasiakan, dan aku hanya akan menjadi penulis bayangan.

Bu Yeo : Chagiya, kau akan diuntungkan dari ini, bahkan dengan semua batasan ini. Aku akan segera menerima tawaran itu jika menjadi kau.


Lee Dong Rim datang membawa dua cangkir kopi. Dia tanya, siapa yang memesan kopi.

Woo Shin menatap heran Dong Rim.

Woo Shin : Kau bahkan membuat kopi sekarang? Kapan kau menulis?

Woo Shin melirik Bu Yeo. Bu Yeo langsung membela diri. Dia bilang bukan dia yang menyuruh Dong Rim membuat kopi.

Dong Rim pun langsung mempromosikan dirinya. Dia bilang, dia bisa menulis dan membuat kopi.

Dong Rim : Aku mungkin muridmu, tapi dia yang membayarku.


Dong Rim lantas menaruh kopi itu. Satu untuk Bu Yeo. Satunya buat Woo Shin. Tapi yang punya Woo Shin, dia taruh di atas kontrak.

Sontak Bu Yeo sewot, hei, ini kopi!

Dong Rim mengangkat gelas kopinya. Ada noda melingkar di atas kontrak.

Selagi Bu Yeo mengomeli Dong Rim yang udah mengotori kontrak, Woo Shin menandatangani kontrak tersebut.


Bu Yeo tak menyangka Woo Shin akan menandatangani kontrak tersebut. Woo Shin beralasan, uang yang didapatnya sangat besar.

Dong Rim tidak percaya itu karena uang. Dia duduk di sebelah Woo Shin dan berkata kalau dia tahu Woo Shin bukan tipe orang yang goyah karena uang.

Woo Shin menatap Dong Rim.

Woo Shin : Apa yang ingin kau katakan?

Dong Rim : Apa maksudmu?

Woo Shin : Apa yang ingin kau katakan kepadanya?

Bu Yeo : Aku?

Woo Shin : Di antara semua kursi di sini, kau memilih duduk di sampingku. Kau bersikap lebih ramah daripada biasanya kepadaku. Kau mencoba membuktikan kepadanya bahwa kita lebih dekat dari dugaannya agar dia menyetujui apa pun yang kau katakan.

Bu Yeo pun mulai menatap Dong Rim.

Dong Rim menyangkal. Dia bilang itu tidak benar.

Woo Shin bilang permainan kekuasaan.

Woo Shin : Kau ingin dia berpikir bahwa aku memihakmu. Entah disengaja atau tidak, dia akan berpikir begitu.

Bu Yeo : Benarkah? Begitukah?

Dong Rim : Dia salah.

Woo Shin : Kalau begitu, aku akan meninggalkan kalian berdua. Aku punya rencana makan siang.


Dong Rim pun berusaha menghentikan Woo Shin pergi.

Dong Rim : Cakka-nim! Jangan pergi begitu saja. Cakka-nim!

Woo Shin gak peduli dan tetap pergi.

Dong Rim lemas.


Bu Yeo memanggil Dong Rim.

Dong Rim berbalik, menatap Bu Yeo.

Bu Yeo : Katakan.

Dong Rim : Apa maksudmu?

Bu Yeo : Ada apa?

Dong Rim pun terbata-bata mengatakan apa yang dia mau.

Dong Rim : Bisakah aku mendapatkan...

Bu Yeo : Mendapatkan apa?


Adegan beralih ke seorang wanita muda yang melajukan mobilnya memasuki sebuah jalan menuju parkiran gedung. Wanita itu mematikan radionya yang memutar berita tentang Hwang Byung Chul.

"Tingkat kepuasan terhadap Hwang Byungchul dari Partai Masa Depan Baru. meningkat empat persen. Tingkat kepuasannya terus meningkat sejak dia berjanji mengembalikan hukuman mati."

Di trotoar depan gedung, dia melihat orang2 berdemo yang meminta hukuman mati dikembalikan.


Satpam gedung meminta tanda pengenal wanita itu. Wanita itu menunjukkan setelah itu, dia menaruh tanda pengenalnya di atas tumpukan barang2nya di kursi sampingnya. Kamera menyorot tanda pengenalnya. Dia Kim Seo Hee, seorang reporter berita lokal TNC.


Seo Hee terus melajukan mobilnya menuju parkiran. Tapi kemudian dia bertanya2, kenapa dia sangat gugup padahal tidak melakukan kesalahan. Seo Hee lalu menyemangati dirinya sendiri.

Seo Hee : Jangan terintimidasi.


Kemudian, dia melihat Woo Shin di parkiran seberang.

Seo Hee : Itu dia, kan? Tunggu.


Seo Hee memarkirkan mobilnya begitu saja. Dia mau mengejar Woo Shin tapi satpam datang dan bilang dia gak boleh parkir di sana. Terpaksalah Seo Hee memindahkan mobilnya.


Seorang pria yang tengah bekerja di mejanya, mendengar ketukan pintu. Di atas meja, ada papan nama pria itu. Pria itu namanya Gong Dae Chul. Dae Chul menyuruh orang diluar masuk.

Woo Shin membuka pintu.

Dae Chul : Jaksa....

Tapi kemudian Dae Chul sadar itu bukan Soo Hyun.

Dae Chul : ... kau bukan dia. Apa kau...

Woo Shin : Ya.


Woo Shin masuk.

Dae Chul pun beranjak mendekati Woo Shin.

Dae Chul mengaku dia banyak mendengar tentang Woo Shin dari Soo Hyun.

Dae Chul lalu mengajak Woo Shin berjabat tangan.

Woo Shin menatap meja Soo Hyun yang kosong.


Soo Hyun ada di ruang rapat, bersama Kepala Tim nya dan Wakil Kepala Jaksa. Wakil Kepala Jaksa membaca artikel tentang kasus pembantaian di Penjara Kangchun.

Wakil Kepala Jaksa : Ini kasus yang belum pernah terjadi di seluruh sejarah konstitusional. Masyarakat memiliki harapan tinggi kepada kejaksaan. Kita tidak boleh mengecewakan mereka. Lagi pula, kita pelindung keadilan yang dibayar oleh negara kita.

Soo Hyun berusaha keras menahan tawanya mendengar itu.

Wakil Kepala Jaksa : Hanya kau yang bisa menyelamatkan harga diri kita.


Wakil Kepala Jaksa lalu memanggil Soo Hyun.

Wakil Kepala : Jaksa Song, kau yakin?

Soo Hyun ketawa.


Kepala Yang sewot melihatnya, hei!

Wakil Kepala menyuruh Kepala Yang diam.

Soo Hyun ketawa lagi.

Wakil Kepala marah, kau tertawa?

Soo Hyun : Maaf, Pak. Itu terlalu lucu hingga aku tidak bisa menahan diri.

Wakil Kepala : Apa yang lucu?

Soo Hyun : Fakta bahwa kau ingin departemenku mengambil alih kasus ini. Sepertinya kau berencana mencuri hati publik dengan kasus kontroversial ini dengan mendukung hukuman mati.

Wakil Kepala : Aku hanya ingin kau membantu persidangan.

Soo Hyun : Yang kau inginkan adalah mendukung Kandidat Hwang semampumu.

Wakil Kepala : Dia kandidat paling menjanjikan. Jika dia terpilih, itu juga akan menguntungkan kita.

Soo Hyun : Kurasa itu tidak relevan bagiku. Ada banyak orang di Departemen Khusus yang ingin sukses, jadi, minta mereka saja.


Wakil Kepala : Hei, kau pikir aku memilihmu karena menyukaimu?

Wakil Kepala lalu mengungkit pembunuh ayah Soo Hyun.

Wakil Kepala : Pembunuh ayahmu masih hidup, bukan?

Soo Hyun : Begitu rupanya. Jadi, itu alasanmu memilihku. Putra korban pembunuhan menjadi jaksa dan memimpin kasus ini. Itu akan menarik.

Kepala Yang marah dan memelototi Soo Hyun, jaga ucapanmu.

Soo Hyun : Tidak, terima kasih. Bahkan jika Kandidat Hwang memintaku secara langsung, jawabanku tetap tidak.

Wakil Kepala : Aku mengerti. Aku tahu kau menentang merencanakan hal seperti itu. Tapi bantu aku sekali ini saja, ya? Tidakkah menurutmu akan ada saatnya kau juga membutuhkan bantuanku?

Soo Hyun : Aku tidak mengandalkan orang lain untuk kesuksesanku. Aku juga tidak butuh orang lain untuk mendukungku.

Wakil Kepala : Song Soo Hyun.

Soo Hyun : Ya, Wakil Kepala.

Wakil Kepala : Hidup ini panjang. Kau akan menyesali ini suatu hari nanti.

Soo Hyun : Kalau begitu, sampai jumpa saat hari itu tiba.

Soo Hyun beranjak keluar.


Kepala Yang ke ruangan Soo Hyun. Dia ngamuk dan mencari Soo Hyun. Dia bahkan menendang kursi dan membanting papan nama Soo Hyun ke lantai. Dae Chul mengambil papan nama Soo Hyun. Kepala Yang makin marah.

Dae Chul : Pak Kepala, tolong tenanglah.

Kepala Yang : Sial! Beraninya dia tidak mematuhi Wakil Kepala! Dia pikir dia hebat karena Wakil Kepala selalu baik kepadanya? Sial! Di mana dia?

Dae Chul : Aku tak tahu, Pak.

Kepala Yang makin gregetan.


Soo Hyun baru saja menuruni tangga sambil mainin kartu pegawainya. Dia juga ngedumel.

Soo Hyun : Semua orang di sini sulit dipercaya. Mereka serius tentang hal paling konyol.

Woo Shin pun muncul dan berjalan di belakang Soo Hyun.

Woo Shin : Ada apa lagi kali ini?

Soo Hyun : Lupakan saja.

Soo Hyun lalu tanya kenapa Woo Shin datang.

Woo Shin : Mungkin seharusnya aku tidak datang.

Soo Hyun tertawa, dasar berandal. Traktir aku makan. Yang mahal karena aku merasa tidak enak.

Woo Shin : Apa aku berutang kepadamu? Kau selalu menyuruhku mentraktirmu.

Soo Hyun : Jaksa hampir tidak bisa memenuhi kebutuhan.


Seo Hee datang dan melihat mereka.

Seo Hee : Bukankah itu Jaksa Song?


Woo Shin dan Soo Hyun tiba di depan lift.

Woo Shin minta Soo Hyun berhenti.

Woo Shin : Hentikan apa pun yang kau lakukan. Jika terus begini, kau tidak akan lama di sini.

Soo Hyun : Jangan ikut campur jika tidak tahu apa-apa. Menurunkan atau mengucilkanku sesuka mereka. Aku tetap tidak akan mengundurkan diri.


Mereka berdua masuk ke lift. Seo Hee tiba di depan lift dan melihat mereka.

Woo Shin : Kau mungkin akan mengekspos mereka.

Soo Hyun : Lagi pula, kita hanya hidup sekali.

Pintu lift menutup. Seo Hee pun tersadar dari kebekuannya dan berlari ke arah lift. Tapi pintu lift udah keburu menutup.


Seo Hee pun beranjak menuju mobilnya sambil ngedumel.

Seo Hee : Sia-sia aku datang jauh-jauh kemari. Kudengar mereka kembar.

Hujan tiba2 turun. Seo Hee makin gak mood dan bergegas menuju mobil. Tapi salah satu pendemo menghampirinya dan memberikan brosur serta kartu nama Pak Hwang.

Pendemo : Para tahanan hukuman mati itu jahat. Mereka semua pantas mati. Kandidat Hwang Byung Chul berusaha membersihkan negara ini.

Seo Hee : Apa? Bersih?

Pendemo : Benar. Pendosa harus dihukum.

Seo Hee yang udah kesal, makin kesal.

Seo Hee : Kalau begitu, dia harus dihukum lebih dahulu. Dia orang paling kejam yang kukenal.

Si pendemo marah dan berusaha menyerang Seo Hee. Untung lah satpam datang dan menjauhkan si pendemo dari Seo Hee.


Seo Hee langsung masuk ke mobilnya.

Seo Hee menatap kartu nama Pak Hwang.

Dia mendengus kesal, sial. Bersih apanya? Jangan membuatku tertawa.


Seo Hee melajukan mobilnya. Dia mengklakson para pendemo yang berkerumun di depan gerbang kejaksaan.

Tak hanya itu, dia juga mencipratkan genangan air ke mereka.


Woo Shin dan Soo Hyun duduk di depan kantor jaksa. Soo Hyun protes karena Woo Shin cuma beliin dia burger, padahal dia makan dengan lahap.

Woo Shin gak makan. Dia hanya minum.

Woo Shin :  Kau makan dengan lahap.

Soo Hyun : Makan apa? Jaga ucapanmu kepada kakakmu.

Woo Shin : Kakak apanya? Aku muak mendengarnya.

Soo Hyun : Lihat saja nanti. Suatu hari, kau akan memberiku rasa hormat yang pantas kuterima.

Woo Shin : Tentu, akan kuberikan sekali sebelum kau mati.

Soo Hyun : Langsung saja ke intinya. Astaga. Aku sibuk. Jangan bersikap baik kepadaku saat kau butuh sesuatu.

Woo Shin : Ini bukan hal besar. Aku akan melakukan perjalanan selama sebulan.

Soo Hyun : Perjalanan?

Soo Hyun tertawa, itu saja? Kukira kau akan menikah.

Woo Shin : Aku meninggalkan ponselku. Aku akan meneleponmu jika mau.

Soo Hyun : Aku tidak peduli. Sebenarnya itu bagus. Kita tak punya banyak waktu untuk sembuh setelah ibu meninggal. Dia mungkin sudah cukup lama terbaring sakit, dan kita mungkin sudah siap untuk itu, tapi itu tetap menyedihkan dan menyakitkan. Mengucapkan perpisahan selalu menyedihkan.


Sorot mata si kembar berubah sedih.

Tak lama kemudian, Woo Shin menatap kakaknya.

Woo Shin : Aku tetap tidak akan memperlakukanmu seperti seorang kakak.

Soo Hyun sewot, dasar kau... Kau mau ke mana?

Woo Shin : Ke mana-mana.

Soo Hyun : Ke mana tepatnya?

Woo Shin tak menjawab pertanyaan Soo Hyun. Dia menyuruh Soo Hyun memakan jatahnya dan beranjak pergi.


Woo Shin pergi.

Soo Hyun ngedumel, dasar gila. Tapi kemudian dia bilang burgernya enak.


Woo Shin di perjalanan, dia menuju Haesongwon.

Supir taksi bilang, penghuni di area sana menyebut Haesongwon sebagai istana.

Supir taksi : Kau mungkin tidak tahu karena bukan dari sini. Tapi tampaknya, dia punya harta yang sangat mahal. Kau tahu apa itu, 'kan?

Woo Shin : Harta karun? Mendebarkan sekali.


Woo Shin tiba di Haesongwon, kediaman Pimpinan Kwon. Begitu datang, taksinya dihentikan oleh seorang petugas yang berdiri di depan pintu gerbang.

Woo Shin turun dari taksi dan melihat ada dua kamera pengawas di dekat pintu gerbang.

Tak lama kemudian, petugas lain datang. Dia berlari ke arah Woo Shin, sambil memanggil Woo Shin, "Ha Cakka-nim".

Petugas itu lalu memberitahu kemana Woo Shin harus lewat.

Saat masuk, Woo Shin memperhatikan pin yang dikenakan para petugas keamanan.

Lalu dia melihat ada kamera pengawas lagi di halaman.


Mereka tiba di lobi.

Petugas yang bersama Woo Shin mengaku dia senang mendengar Woo Shin akan datang karena dia adalah fans Woo Shin.

Petugas itu terus berjalan.


Woo Shin terdiam melihat dua pegawai di meja resepsionis. Satu petugas sibuk bicara lewat radionya, satunya lagi menatap ke arah Woo Shin.

Di atas meja resepsionis, ada layar komputer yang sudah terhubung dengan kamera pengawas. Woo Shin yang baru tiba di lobi, juga tampak dilayar. Namun ada lingkaran merah di bagian wajah Woo Shin di layar komputer.


Petugas tadi memanggil Woo Shin.

"Ha Cakka-nim, silahkan lewat sini."

Hanya petugas itu satu-satunya yang bersikap ramah. Sementara petugas lain tampak dingin dan menakutkan.


Petugas membawa Woo Shin ke dalam. Sambil berjalan masuk, dia terus bicara. Dia mengaku punya dua salinan dari semua karya Woo Shin. Satu untuk disimpan, dan satu lagi untuk dibaca.


Tapi tiba-tiba, petugas itu berbalik menatap Woo Shin.

Petugas : Hampir lupa. Biar kubawakan tasmu.

Woo Shin : Tidak usah.

Petugas : Permisi.


Petugas mengambil tas Woo Shin.

Petugas : Biar kujelaskan. Akan kukembalikan saat kau pergi. Barang pribadi tidak diizinkan.

Woo Shin : Hanya ada pakaian dan peralatan tulis.

Petugas : Itu aturannya. Kami akan menyediakan semua yang kau butuhkan.

Woo Shin pun menurut dan membiarkan tasnya dibawa.


Woo Shin lantas dibawa ke sebuah ruangan biometrik. Petugas tanya, apa Woo Shin tahu biometrik. Woo Shin pun berkata, bukankah itu digunakan untuk mengidentifikasi seseorang.

Petugas : Kau tahu banyak.

Petugas lalu berkata itu sistem keamanan mereka.

Petugas : Kami mendaftarkan karakteristik fisik kami ke dalam sistem. Dengan begitu, kami bisa tahu jika seseorang adalah orang luar di CCTV. Jika seseorang yang tidak terdaftar mendekat, alarm berbunyi.

Woo Shin : Jadi, itu sebabnya semua kamera itu ada di luar. Aku penasaran dengan sistem keamanan di dalam rumah. Beginikah cara melakukannya?

Petugas : Sama sekali tidak. Kami tidak punya akses ke dalam ruangan. Pimpinan sangat ketat soal kehidupan pribadinya.

Woo Shin bergumam, mungkin dia punya banyak rahasia.

Wajah si petugas yang tadinya penuh senyuman, seketika langsung berubah serius.

Petugas : Apa?

Woo Shin : Bukan apa-apa. Apa yang harus kulakukan sekarang?


Petugas : Benar juga. Silakan masuk ke mesin ini.

Woo Shin : Masuk ke sana?

Petugas : Namun, kau harus membuka pakaianmu.

Woo Shin : Sepenuhnya?

Petugas : Tentu saja.

Woo Shin : Heol!

Petugas : Aku hanya bercanda. Silakan.


Woo Shin melepas jaketnya dan masuk ke dalam alat berbentuk tabung tersebut. Di sana, mesin mulai memindai Woo Shin.


Selesai dipindai, Woo Shin dibawa ke ruang kendali. Petugas tadi mengeluarkan bukunya dan meminta tanda tangan Woo Shin. Dia juga berkata, itu bukunya yang paling berharga. Ternyata itu novel karangan Woo Shin. Woo Shin pun membubuhkan tanda tangannya di halaman pertama.


Usai memberikan tanda tangan, Woo Shin memperhatikan bagan keamanan Haesongwon. Dia menatap foto Choi Tae Sung, Kepala Keamanan Haesongwon.


Habis dari ruang kendali, Woo Shin diantarkan petugas lain dengan mobil buggy. Petugas ini petugas yang dilihat Woo Shin di meja resepsionis tadi. Di belakang, petugas yang merupakan fans Woo Shin, sibuk melambaikan tangannya ke Woo Shin.

Tae Sung kemudian datang, menenteng seekor ayam dan tangan satunya menyandang senjata. Dia berdiri di dekat petugas yang merupakan fansnya Woo Shin. Melihat tentengan Tae Sung, petugas itu sontak menjauh dari Tae Sung.

Petugas : Astaga. Mereka akan punah jika terus begini.


Tae Sung menatap ke arah Woo Shin, apa itu dia? Penulis bayangan pimpinan kita?

Petugas : Ya. Bukankah dia tampan?

Tae Sung : Benar. Dia mirip seseorang. *Soo Hyun?

Petugas : Siapa?

Tae Sung : Kau tidak akan tahu.


Woo Shin menempuh perjalanan yang jaraknya lumayan jauh dari lobi Haesongwong, menuju kediaman Pimpinan Kwon.

Tak lama kemudian, Woo Shin tiba di depan kediaman Pimpinan Kwon. Petugas mempersilahkan Woo Shin turun.

Woo Shin pun turun. Petugas membungkukkan badannya, memberikan hormat pada Woo Shin yang merupakan tamu pimpinan mereka.


Woo Shin lantas berjalan kaki menuju ke pintu kediaman pimpinan. Dia berjalan melalui jembatan yang di kanan-kirinya ada danau.

Di dekat pintu, sudah menunggu Kepala Pelayan bersama dengan wakilnya serta dua pelayan lain dan tiga petugas keamanan.

Woo Shin mengenalkan dirinya pada Kepala Pelayan. Si Kepala Pelayan adalah seorang wanita tua yang menopang kakinya dengan tongkat.

Woo Shin : Senang bertemu denganmu. Aku Ha Woosin.

Kepala Pelayan malah menatap kesal Woo Shin.

Kepala Pelayan : Kau tidak tahu cara memberi hormat? Lancang sekali.

Woo Shin : Ya. Halo.

Kepala Pelayan : Aku Kepala Pelayan Kwon.

Woo Shin : Haruskah aku menyapa Pimpinan dahulu? Bisa antar aku kepadanya?

Kepala Pelayan Kwon : Maksudmu, kau tamu bosku, jadi, aku harus memperlakukanmu dengan baik?

Woo Shin : Tidak juga.

Kepala Pelayan Kwon : Sayang sekali. Dia sedang pergi dan baru akan kembali besok. Saat harimau tidak ada di gunung, rubah adalah sang alfa.

Woo Shin : Begitu rupanya.

Kepala Pelayan Kwon :Jika kau mengerti, jangan berani membantahku lagi selagi kau di sini.

Woo Shin : Baik, Bu. Aku mengerti.


Kepala Pelayan Kwon menyuruh wakilnya mengantarkan Woo Shin ke dalam.

Wakil Kepala Pelayan mengerti dan menunjukkan ke arah mana Woo Shin harus lewat.


Woo Shin pun mengikuti si Wakil Kepala Pelayan. Pintu berat itu dibuka dari dalam oleh dua pelayan. Woo Shin pun masuk mengikuti Wakil Kepala Pelayan sambil melihat2 rumah Pimpinan Kwon. Kediaman Pimpinan Kwon sangat aneh. Ada sepetak tempat di kediaman Pimpinan Kwon yang tidak dilindungi atap. Woo Shin pun mendongak, menatap ke langit.


Wakil Kepala Pelayan menunjukkan telepon yang bisa dipakai Woo Shin jika ingin menelpon seseorang.

Setelah itu, Woo Shin dibawa ke dapur.

Wakil Kepala Pelayan : Makananmu akan disediakan pukul 07.00, 12.00, dan 18.00. Semuanya akan disajikan di lantai satu. Silakan memesan jika kau menginginkan sesuatu.


Setelah itu, Woo Shin dibawa ke lantai 2. Di lantai 2, ada sebuah pintu lagi. Wakil Kepala Pelayan membukanya dan membawa Woo Shin masuk ke sana. Di balik pintu, ada koridor panjang yang di kanan kirinya ada banyak kamar.

Wakil Kepala Pelayan : Kau bisa berjalan-jalan di wastu ini sesukamu.

Wakil Kepala Pelayan tiba2 berhenti berjalan membuat Woo Shin agak kaget karena dia berhenti mendadak.

Wakil Kepala Pelayan : Tapi area keluarga Pimpinan adalah area terlarang. Yang terpenting... Kau dilarang keras memasuki kantornya di lantai tiga.


Wakil Kepala Pelayan lantas menunjukkan dimana kamar Woo Shin.

Wakil Kepala Pelayan : Ini kamar tidurmu.

Woo Shin : Terima kasih. Siapa namamu?

Wakil Kepala Pelayan : Kami, para pelayan, tidak boleh berbincang dengan tamu. Kau bisa memanggilku Bu Oh.

Woo Shin : Begitu rupanya.


Woo Shin lantas mencoba menatap mata Bu Oh. Tapi Bu Oh terus menghindar.

Woo Shin : Omong-omong, Bu Oh... Kenapa kau selalu melihat ke bawah? Apa karena kau tidak boleh mengingat wajah tamu?

Bu Oh tak menjawab.

Woo Shin : Benar juga, kita tidak boleh berbincang. Terima kasih sudah mengantarku.


Woo Shin masuk ke kamarnya. Ada dua tempat tidur di sana.

Woo Shin : Orang dengan pola pikir abad ke-19 di abad ke-21?


Seseorang keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambutnya dengan handuk. Woo Shin kaget melihat orang itu.

Woo Shin : Lee Dong Rim?

Dong Rim : Kau baru sampai?

Woo Shin : Kenapa kau disini?

Dong Rim : Sudah jelas. Bagaimana bisa kubiarkan pemilikku pergi tanpa aku?

Woo Shin : Tapi bagaimana kau tahu...

Dong Rim : Bu Yeo memberitahuku. Dia bilang kau butuh asisten. Aku meminta uang di muka, dan dia tidak ragu memberiku pekerjaan tambahan.


Dong Rim lalu melompat ke kasur.

Sontak lah Woo Shin kesal Dong Rim mengikutinya lagi.


Hari sudah malam. Dong Rim yang rebahan di kasur, memberitahu Woo Shin soal keanehan Haesongwon beserta para stafnya. Woo Shin sendiri lagi melihat pakaiannya di lemari.

Dong Rim : Aku sudah memeriksa latar belakang tempat ini dan memeriksa beberapa rumor. Orang-orang di sini luar biasa. Mereka sangat kuno. Aku tidak percaya aku berada di tengah masyarakat kelas.

Woo Shin : Mereka sangat teliti.

Dong Rim : Benar, 'kan? Mereka sungguh luar biasa. Mereka pasti melakukan pemeriksaan latar belakang menyeluruh. Pakaian yang mereka berikan persis gaya yang biasa kau pakai. Bahkan kopinya.

Dong Rim membuka kulkas. Dia mengambil kopi kalengan dan memberikannya ke Woo Shin.

Dong Rim : Rasanya sangat mirip dengan kafe di bawah ruang menulismu.

Woo Shin mencicipi kopinya.

Woo Shin : Kau benar.


Dong Rim : Lalu tentang Bu Kwon...

Dong Rim rebahan lagi di kasur.

Dong Rim : Kukira dia kerabat jauh Pimpinan Kwon karena nama keluarga yang sama. Tapi leluhurnya melayani keluarga itu selama beberapa generasi. Selama Reformasi Gabo, sistem kasta dihapus. Semua pelayan tanpa nama keluarga mengambil nama keluarga majikan mereka. Ini versi aslinya. Sangat aneh.

Woo Shin beranjak ke depan Dong Rim.

Woo Shin : Dia memiliki metode komunikasi yang unik. Dia memproses kata-kata orang lain secara berbeda. Dia cenderung memutarbalikkan artinya. Saat berkomunikasi, kita harus memahami niat satu sama lain secara universal. Tapi dia memproses niat mereka sesukanya. Dia memelintirnya.

Dong Rim : Tapi yang lebih aneh, dia bersikap layaknya nyonya rumah. Dia bisa dengan mudah dikira nyonya rumah dengan pakaian mahal itu.


Woo Shin : Dong Rim-ah.

Dong Rim : Ya?

Dong Rim lalu mengoceh lagi, benar juga. Apa kau tahu? Wastu ini canggih...

Woo Shin : Pergilah.

Dong Rim : Pergi? Ke mana?

Woo Shin : Aku tak butuh asisten.

Dong Rim menolak dan langsung siap2 untuk tidur. Dia bilang dia dibayar mahal.

Woo Shin : Dengarkan saja aku.

Dong Rim : Aku tidak mau. Ke mana aku bisa pergi selarut ini? Matikan lampunya.

Dong Rim pura2 tidur. Woo Shin menghela nafas.

Lampu kamar padam secara otomatis.


Saat beranjak dari depan tempat tidur Dong Rim, dia melihat ada bayangan di celah pintu.

Ternyata itu Kepala Pelayan Kwon. Dia menguping pembicaraan mereka.

Tak lama, Woo Shin melihat bayangan itu menjauh.

Woo Shin bisa menebak, itu Kepala Pelayan Kwon.
 
Soo Hyun baru pulang. Dia menemukan kartu nama Seo Hee yang tertempel di gerbang rumahnya.

Soo Hyun kesal dan merobek kartu nama Seo Hee.

Soo Hyun : Gija? Beraninya dia datang ke rumahku.


Soo Hyun masuk ke rumahnya dan langsung menyalakan televisi.

Ada berita tentang hukuman mati dan Seo Hee lah yang menjadi reporternya.

Seo Hee : Kami punya liputan mendalam tentang narapidana hukuman mati yang akan dijatuhi hukuman mati jika hukuman mati dikembalikan.  Anda ingat Lee Chang Woo, pencuri keji,  yang merampok pejabat tinggi pada tahun 80-an dan selalu berhasil menghilang? Di antara 14 kasusnya, salah satunya adalah kasus pembunuhan pada bulan Mei 2000.  Setelah dipenjara 15 tahun karena pencurian berulang, dia membunuh Song, korbannya, di dekat kediamannya hanya satu bulan setelah dibebaskan. Dia ditangkap di tempat...

Soo Hyun kesal, bedebah itu..


Soo Hyun mematikan televisi. Lalu dia menatap foto nya bersama Woo Shin, ayah dan ibunya.


Seorang pria tergeletak di lantai dengan luka parah di bagian mata.


Woo Shin pun terbangun. Dia terkejut.


Karena tak bisa tidur lagi, dia keluar kamarnya. Dia melihat tangga menuju lantai tiga. Ada sebuah kamar di depan tangga. Woo Shin ingat kata2 Bu Oh tadi, kalau dia tak boleh naik ke lantai 3.


Woo Shin kepengen tahu. Tapi dia mendengar suara. Woo Shin pergi memeriksa. Bayangan putih melintas di bawah tangga.

Woo Shin mencari tahu. Dia berjalan ke kamar2 yang ada di koridor belakang. Tak lama kemudian, dia mendengar suara orang kesakitan. Woo Shin mempercepat langkahnya dan melihat seorang gadis pelayan tergeletak di lantai dengan mulut berbusa.


Woo Shin mencari bantuan. Dia mengetuk satu per satu pintu, lalu kembali ke kamar pelayan itu.

Tak lama, para pelayan keluar dari kamar dan hanya melihat saja.

Woo Shin menatap mereka, tolong kami!

Bu Oh datang. Dia marah, apa yang kau lakukan?

Woo Shin menjelaskan kondisi gadis itu.

Tapi Bu Oh terus marah, apa yang kau lakukan di sini!

Woo Shin : Apa itu penting sekarang? Wanita itu pingsan.


Kepala Pelayan Kwon datang, ada keributan apa ini?

Kepala Pelayan Kwon melihat gadis itu dengan tatapan sinis.

Kepala Pelayan Kwon : Merepotkan sekali.

Woo Shin langsung menatap Kepala Pelayan Kwon. Dia bingung sekaligus heran.


Gadis itu dibawa staf keamanan ke mobil. Dia ditaruh dengan kasar ke dalam mobil.

Semua pelayan dan para staf melihatnya dengan dingin.


Setelah mobil pergi, para pelayan dan staf masuk ke dalam begitu saja, seolah tidak ada kejadian apapun.

Tentu saja Woo Shin tambah terheran-heran.


Setelah kejadian itu, Woo Shin kembali ke kamarnya dan melihat Dong Rim udah tidur pulas.

Woo Shin bingung harus melakukan apa pada Dong Rim. Dia bilang, itu bukan bagian dari rencananya.


Besoknya, Woo Shin dan Dong Rim melihat ruang kerja mereka yang mirip ruang baca. Dong Rim bilang itu luar biasa.

Dong Rim : Ini akan jadi ruang menulis yang bagus. Tempat ini juga luas. Kau setuju, 'kan?

Woo Shin lantas mendekati meja yang akan menjadi meja kerjanya dan melihat alat perekam di atasnya.

Woo Shin : Mereka tahu cara menyambut tamu mereka. Ini perekam suara yang sama yang kupakai.

Dong Rim : Apa kita akan mulai bekerja hari ini?

Woo Shin : Aku akan mulai. Tapi kau tidak, karena kau akan pulang.

Dong Rim : Kau mulai lagi. Aku tidak akan pergi.

Woo Shin : Pergilah.


Dong Rim pun mendekati Woo Shin. Dia coba membujuk Woo Shin agar membiarkannya tetap tinggal di sana. Namun Woo Shin terus menyuruhnya pulang.

Dong Rim : Kau akan terus begini? Aku sudah tahu semuanya.

Woo Shin : Tentang apa.

Dong Rim : Tentang alasanmu memilih untuk datang ke sini. Aku tahu niatmu yang sebenarnya.

Woo Shin terkejut mendengarnya. Namun dia mencoba bersikap tenang dan tanya apa maksud Dong Rim.

Dong Rim : Kau pasti gila jika mau menjadi penulis bayangan orang lain.

Woo Shin : Apa maksudmu?


Dong Rim menatap Woo Shin dengan wajah serius.

Dong Rim : Kau sedang menyiapkan buku berikutnya, dan itu tentang konglomerat. Kau di sini untuk meneliti. Kita sama. Ini kesempatan sekali seumur hidup. Kejahatan melodramatis karena nafsu yang dilakukan oleh orang kaya. Itu temaku.


Dong Rim lantas duduk di sofa dekat jendela.

Dong Rim : Ini penelitian gratis, dan aku juga akan dibayar. Aku beruntung, tapi kau ingin aku pergi?

Woo Shin : Dong Rim-ah.

Dong Rim : Panggil namaku sesukamu. Aku tidak akan ke mana-mana.

Tapi sesuatu di dekat Dong Rim menarik perhatian Woo Shin. Woo Shin pun mendekat ke Dong Rim. Dong Rim panic karena mengira Woo Shin akan mengusirnya.

Ternyata Woo Shin melihat bunga di samping Dong Rim.

Woo Shin : Bunga ini.

Itu Bunga Poppy!

Dong Rim : Kenapa dengan itu? Apa itu mahal? Aku memetiknya sendiri.

Woo Shin : Di mana?

Dong Rim : Di luar. Ada banyak, jadi, aku memetik satu. Mereka tidak akan menyuruhku mengganti rugi, 'kan?


Woo Shin menaruh lagi bunga itu di atas meja. Setelah itu, dia beranjak ke pintu. Dia mau keluar, mencari bunga poppy tapi dia mengerem langkahnya karena Kepala Pelayan Kwon muncul di depannya. Kepala Pelayan Kwon menatapnya dengan tajam.

Woo Shin : Ya? Ada yang bisa kubantu?

Kepala Pelayan Kwon : Keadaan kacau semalam, jadi, aku tidak mengatakan apa pun. Tapi aku kasihan kepadamu. Kau harus menyaksikan pemandangan menyedihkan selarut itu.

Woo Shin : Aku tidak bisa tidur, jadi, aku berjalan-jalan.

Kepala Pelayan Kwon : Begitu rupanya. Jalan-jalan?

Woo Shin : Bu Oh bilang aku bisa pergi ke mana pun yang kumau, kecuali ke wilayah Pimpinan.

Kepala Pelayan Kwon terus menatap Woo Shin dengan tatapan jengkel.

Woo Shin pun mengerti dan berkata dia akan lebih hati2 sekarang.


Kepala Pelayan Kwon ingin pergi tapi Woo Shin menanyakan kondisi gadis semalam.

Woo Shin : Kudengar dia dibawa ke rumah sakit...

Kepala Pelayan Kwon kian jengkel dengan Woo Shin.

Kepala Pelayan Kwon : Kurasa Bu Oh melupakan satu hal. Kau harus merahasiakan semua yang kau lihat atau dengar di tempat ini.

Woo Shin tak membantah lagi.

Woo Shin : Baik, Bu.
 
Bersambung ke part 2....


EmoticonEmoticon